Saturday, January 31, 2015

Kita dan Kekecewaan

Aku, kamu, dia dan mereka semua, sebenarnya selalu mengharapkan sesuatu yang ideal. Pasangan yang ideal, ekonomi yang ideal, posisi yang ideal dan yang ideal-ideal lainnya. Namun ternyata kenyataan tak selalu sama dengan harapan. Lantas apa yang kita lakukan saat ideal itu hanya bunganya mimpi? Bahkan kenyataan masih amat jauh dari ideal yang kita maksud.
 
Contoh, kita bergabung dalam kelompok tani JAYA RAYA, disini kita berharap bisa semakin bersinergi dengan banyak orang untuk berbisnis. Harapan idealnya mendapat profit tang besar dan jringan bisnis yang baik. Namun ternyata justru disini kita seolah-olah hanya menghabiskan waktu untuk diskusi dan rapat-rapat,sebab memang perlu banyak yang harus dibicarakan bersama anggota lainnya. Akhirnya kita tidak segera menghasilkan apa yang diharapkan. Kapan untungnya? 

Kita kecewa. Kemudian kita pergi berlabuh ke kelompok tani yang lain.

Lalu bertemulah kita dengan kelompok tani KEADILAN SEJAHTERA. Nah disini menurut kita lebih cocok karena ini merupakan kelompok tani yang sudah cukup berpengalaman, track recordnya pun menakjubkan. Banyak prestasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan mantap kita putuskan gabung, dengan harapan kita bisa segera bersama mereka menjadi orang terkenal dan tentu hasilnya banyak. Tapi, lagi-lagi harapan ideal kita beda dengan nyatanya. Ternyata kita harus berproses dulu dari bawah, tidak bisa langsung menjadi petinggi dalam kelompok tani tersebut. Dan sebenarnya hal seperti ini wajar saja. Sebab tidak mungkin orang baru langsung menduduki amanah strategis, bisa salah arah nanti. 

Akhirnya kita kecewa untuk kedua kalinya.

Berkelanalah kita pada kelompok tani yang lain, kali ini ketemu kelompok tani KAMMIS. Di kelompok tani ini kita mulai merasa nyaman, sedikit yang kita harapkan mulai terasa. Disini kita dianggap sebagaimana anggota kelompok yang lain, baik yang udah lama ataupun yang baru semuanya sama. Baik-baik, ramah-ramah dan seterusnya. Disini kita berharap bahwa ini yang terbaik, dan hati mulai merasakan itu. bahkan disini profit dan keuangannya cukup bagus, sehingga ini benar-benar lahan bisnis yang potensial bagi kita.

Tapi, ternayata ada yang tidak kita suka. Disini orang-orangnya kurang kreatif, idenya gitu-gitu aja. Sehingga pemasaran produknya kurang massif. Dan sebenarnya kita puny aide cemerlang untuk memajukan kelompok tani ini. Namun kita sudah dahulu kecewa, karena mereka susah diajak kompromi. Ide-ide yang seharusnya dijalankan mereka tak kunjung melakukannya. 

Disini kita tidak puas. Kecewa lagi untuk yang kesekian kalinya.

Tidak berhenti disitu, kita pun mencari lagi kelompok tani yang “terbaik” menurut kita. dan begitu seterusnya, namun akhirnya hanya kekecewaan yang kita dapati dari masing-masing kelompok tani tersebut. Semua kelompok tani tersebut ada yang tidak kita sukai, terlebih hasil dan keuntungannya kurang bisa dibanggakan. itulah alasan kita menajdi cepat kecewa.

***

Teman, kenapa kita mudah kecewa?

1.      Karena niat kita yang salah

Niat apapun seharusnya didasari karena Allah. Mau bisnis, mau gabung usaha dikelompok tani ataupun yang lainnya usahakan dan pastikan bahwa niat kita karena Allah. Sehingga dalam perjalanannya kita tidak akan berhenti jika tidak ada sesuatu yang Allah langgar

2.      Berpikir “meminta” bukan “memberi”

Orang yang tujuannya hanya meminta, berarti dia bersiap untuk menerima sesuatu. Orang yang suka meminta otomatis ia akan senang jika di mendapatka apa yang ia minta dan akan kecewa jika yang diharapkan tidak ia peroleh.
Beda jika pola pikir kita adalah “memberi”. Seberapapun yang kita berikan, kita tidak akan kecewa. Kita akan merasa kurang nayaman saat belum memberikan sesuatu. Jika kita mendapat sesuatu berarti itu kemudahan dari Allah, jika kita tidak mendapatkannya tentu kita tidak akan kecewa. Sebab fokus kita pada “memberi” bukan “meminta”.

3.      Kita mengharapkan sesuatu yang sempurna

Padahal, siapapun orangnya selain Nabi Muhammad, siapapun organisasinya, siapapun kelompok taninya, ia bukanlah sesuatu yang sempurna. Jika kita terus menuntut yang sempurna, kita akan terus kecewa. Padahal bisa jadi kita sudah menemukan kelompok tani yang terbaik, tapi karena ada celah yang tidak sukai lalu kita meninggalkannya. Astaghfirullah. 

Ini kelompok tani, bagaimana jika itu kelompok dakwah?

No comments: