Aku,
kamu, dia dan mereka semua, sebenarnya selalu mengharapkan sesuatu yang ideal. Pasangan
yang ideal, ekonomi yang ideal, posisi yang ideal dan yang ideal-ideal lainnya.
Namun ternyata kenyataan tak selalu sama dengan harapan. Lantas apa yang kita
lakukan saat ideal itu hanya bunganya mimpi? Bahkan kenyataan masih amat jauh
dari ideal yang kita maksud.
Contoh,
kita bergabung dalam kelompok tani JAYA RAYA, disini kita berharap bisa semakin
bersinergi dengan banyak orang untuk berbisnis. Harapan idealnya mendapat
profit tang besar dan jringan bisnis yang baik. Namun ternyata justru disini
kita seolah-olah hanya menghabiskan waktu untuk diskusi dan rapat-rapat,sebab
memang perlu banyak yang harus dibicarakan bersama anggota lainnya. Akhirnya kita
tidak segera menghasilkan apa yang diharapkan. Kapan untungnya?
Kita
kecewa. Kemudian kita pergi berlabuh ke kelompok tani yang lain.
Lalu
bertemulah kita dengan kelompok tani KEADILAN SEJAHTERA. Nah disini menurut
kita lebih cocok karena ini merupakan kelompok tani yang sudah cukup
berpengalaman, track recordnya pun menakjubkan. Banyak prestasi yang bermanfaat
bagi masyarakat. Dengan mantap kita putuskan gabung, dengan harapan kita bisa
segera bersama mereka menjadi orang terkenal dan tentu hasilnya banyak. Tapi,
lagi-lagi harapan ideal kita beda dengan nyatanya. Ternyata kita harus berproses
dulu dari bawah, tidak bisa langsung menjadi petinggi dalam kelompok tani
tersebut. Dan sebenarnya hal seperti ini wajar saja. Sebab tidak mungkin orang
baru langsung menduduki amanah strategis, bisa salah arah nanti.
Akhirnya
kita kecewa untuk kedua kalinya.
Berkelanalah
kita pada kelompok tani yang lain, kali ini ketemu kelompok tani KAMMIS. Di kelompok
tani ini kita mulai merasa nyaman, sedikit yang kita harapkan mulai terasa. Disini
kita dianggap sebagaimana anggota kelompok yang lain, baik yang udah lama
ataupun yang baru semuanya sama. Baik-baik, ramah-ramah dan seterusnya. Disini kita
berharap bahwa ini yang terbaik, dan hati mulai merasakan itu. bahkan disini
profit dan keuangannya cukup bagus, sehingga ini benar-benar lahan bisnis yang
potensial bagi kita.
Tapi,
ternayata ada yang tidak kita suka. Disini orang-orangnya kurang kreatif,
idenya gitu-gitu aja. Sehingga pemasaran produknya kurang massif. Dan sebenarnya
kita puny aide cemerlang untuk memajukan kelompok tani ini. Namun kita sudah
dahulu kecewa, karena mereka susah diajak kompromi. Ide-ide yang seharusnya
dijalankan mereka tak kunjung melakukannya.
Disini kita tidak puas. Kecewa lagi untuk yang kesekian kalinya.
Tidak
berhenti disitu, kita pun mencari lagi kelompok tani yang “terbaik” menurut
kita. dan begitu seterusnya, namun akhirnya hanya kekecewaan yang kita dapati
dari masing-masing kelompok tani tersebut. Semua kelompok tani tersebut ada
yang tidak kita sukai, terlebih hasil dan keuntungannya kurang bisa
dibanggakan. itulah alasan kita menajdi cepat kecewa.
***
Teman,
kenapa kita mudah kecewa?
1. Karena niat
kita yang salah
Niat apapun seharusnya didasari karena Allah. Mau bisnis, mau
gabung usaha dikelompok tani ataupun yang lainnya usahakan dan pastikan bahwa
niat kita karena Allah. Sehingga dalam perjalanannya kita tidak akan berhenti
jika tidak ada sesuatu yang Allah langgar
2. Berpikir “meminta”
bukan “memberi”
Orang yang tujuannya hanya meminta, berarti dia bersiap untuk
menerima sesuatu. Orang yang suka meminta otomatis ia akan senang jika di
mendapatka apa yang ia minta dan akan kecewa jika yang diharapkan tidak ia
peroleh.
Beda jika pola pikir kita adalah “memberi”. Seberapapun yang kita
berikan, kita tidak akan kecewa. Kita akan merasa kurang nayaman saat belum
memberikan sesuatu. Jika kita mendapat sesuatu berarti itu kemudahan dari
Allah, jika kita tidak mendapatkannya tentu kita tidak akan kecewa. Sebab fokus
kita pada “memberi” bukan “meminta”.
3. Kita mengharapkan
sesuatu yang sempurna
Padahal, siapapun orangnya selain Nabi Muhammad, siapapun
organisasinya, siapapun kelompok taninya, ia bukanlah sesuatu yang sempurna. Jika
kita terus menuntut yang sempurna, kita akan terus kecewa. Padahal bisa jadi
kita sudah menemukan kelompok tani yang terbaik, tapi karena ada celah yang
tidak sukai lalu kita meninggalkannya. Astaghfirullah.
Ini
kelompok tani, bagaimana jika itu kelompok dakwah?
No comments:
Post a Comment