Sunday, November 11, 2012

Bisnis Menawan Rumah Makan

Prinsip bisnisnya mengedepankan keberkahan. Menampung ratusan karyawan. Bagaimana kiat suksesnya?
Jika Anda melintas di jalur selatan, Anda akan melewati Jalan Raya Andir Kulon, Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jalur ini ramai dilintasi berbagai kendaraan dari Garut dan Bandung yang menuju Tasikmalaya. Anda akan menemukan ‘Rumah Makan Liwet Pak Asep Stroberi.’ Sebagai penanda, ada replika buah stroberi raksasa di atas rumah makannya dan mushalla yang cukup besar, rapi, dan bersih.
Lokasinya sangat strategis. Areal rumah makan ditata apik oleh pemiliknya sehingga pembeli dapat menikmati udara dan alam sekitarnya yang indah.
“Saya buat memang seperti ini, nyaman, familier. Yang datang merasakan seperti pulang kampung. Konsep back to nature-lah,” kata Asep, lulusan seni rupa IKIP Bandung kepada Suara Hidayatullah.
Seperti tampak pada waktu itu, saat menjelang adzan Zhuhur. Suasana RM Liwet Pak Asep Stroberi tampak ramai. Sekitar sepuluh mobil terparkir di depan mushalla. Saung-saung yang terbuat dari kayu dan bambu yang tersebar di lahan sekitar enam hektar itu mulai didatangi pengunjung. Beberapa orang memesan makanan dan tempat.
Berbagai menu yang ada hampir semuanya khas Sunda. Ada nasi liwet komplit, nasi timbel, nasi tutug oncom, gurame goreng, pepes ikan mas, sambal dan lalapan, sayur asam, dan masih banyak lagi. Berbagai minuman pun ada, seperti jus stoberi, jus mangga, jus jambu, bandrek, jahe, dan yang lainnya.
Agar menarik, penyajiannya pun ditata sedemikian rupa. Misalnya, untuk nasi liwet nasinya disajikan dengan menggunakan katel. Masakan lainnya disajikan dengan piring dari anyaman bambu yang dilapisi daun pisang.
Berawal dari Hobi
Awalnya, pada tahun 1997, pria yang bernama lengkap Asep Haelusna ini dipercaya oleh beberapa temannya untuk mengurus tanaman di daerah Parongpong, Lembang, Kabupaten Bandung. Karena hobi, Asep pun dengan senang hati menyanggupinya.
Ia kemudian mengembangkan buah stroberi. Ia belajar secara otodidak seluk-beluk buah yang warnanya merah dan menarik ini. “Saya hobi bercocok tanam, dan berkreasi,” ujar Asep. Lambat laun usaha ini menjadi besar dan menjadi tempat tujuan wisata yang terkenal di Bandung.
Akhir tahun 2005, Asep membuka usaha sendiri di daerah Nagreg. Dengan modal Rp 30 juta ia membeli lahan sekitar 420 meter persegi dan mendirikan empat buah saung makan dan mushalla.
Menurut Asep, lahan yang dibelinya itu sudah diimpikannya semenjak ia masih kuliah. Ia sering melewatinya saat pergi-pulang antara Tasikmalaya-Bandung. “Alhamdulillah, ini takdir Allah. Subhanallah, lahan ini indah sekali,” ucapnya.
Asep terus mengembangkan usaha kebun stroberinya disamping juga mengembangkan usaha rumah makannya. Yang menarik, usaha yang digelutinya itu memiliki konsep keberkahan ketimbang keuntungan. Ia menata mushallanya agar lebih nyaman bagi para pengendara sepeda motor atau mobil saat melaksanakan shalat. Kata Asep, agar shalatnya khusyuk. “Kalaupun ada dari mereka yang mau membeli makanan, ya alhamdulillah, itu rezeki saya. Saya berharap keberkahannya,” ujar pria berkumis dan berjambang ini.
Semakin hari usaha bapak tiga anak ini semakin maju. Para pecinta kuliner pun berdatangan. Asep pun merasa optimis usahanya akan maju karena melihat tanggapan masyarakat yang positif. Bahkan, pembeli pun harus antri. Asep mampu mengembangkan rumah makannya hingga enam hektar. “Karena saya dinilai ahli dalam bidang stroberi, jadi saya populer dipanggil Asep Stroberi,” ujar Asep.
Berbagai cara dilakukan Asep agar pelanggannya semakin loyal dan puas. Ia melengkapinya dengan berbagai fasilitas. Misalnya, permainan flying fox, kebun stroberi, naik perahu, memandikan kerbau, dan memancing ikan.
Selain itu, ada juga penginapan. “Tarif yang satu kamar Rp 450 ribu, yang dua kamar Rp 750 ribu,” kata Badrujaman, staf operasional.
Seiring dengan berputarnya waktu, lambat laun bisnis Asep semakin melejit. Ratusan pengunjung datang setiap hari. Dan omsetnya pun meningkat. Berapa Kang? “Alhamdulillah, yang penting berkah-lah,” kata Asep yang tidak bersedia menyebut jumlahnya.
Kini, Asep memiliki rumah makan di empat tempat; Nagreg, Cimaragas, dan Kadungora yang lokasinya berhadap-hadapan.
Untuk memperlancar usahanya, Asep dibantu oleh sekitar 300 karyawan. Hampir 90 persen karyawannya, kata Asep diambil dari masyarakat sekitar. Sedangkan selebihnya masih anggota keluarga. Bagi karyawan perempuan diwajibkan pakai jilbab. “Kebanyakan lulusan SMA dan putus sekolah. Setidaknya saya bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkannya,” kata pria kelahiran Tasikmalaya 1971 ini.
Setiap karyawan yang hendak direkrut terlebih dahulu dilatih sesuai standar yang berlaku. “Setiap mulai pekerjaan harus berdoa dahulu, ada brifing, melaksanakan shalat, pelayanan yang baik, berpakaian yang sopan, seperti itulah,” tutur Asep.
Asep menyarankan, jika berbisnis mulailah dari apa disenangi. Selain itu, kata suami Tati Halimatusyadiyah ini, kunci sukses yang ia pegang selama ini adalah total, fokus, kreatif, dan tidak boleh putus asa.
Kemitraan
Untuk kebutuhan bahan baku keempat rumah makannya, kata Asep, ia bermitra dengan para petani, seperti ayam kampung, telor, tempe, tahu, sayuran, dan buah-buahan. Sebagian yang lainnya diproduksi sendiri. “Kita saling kerjasama agar saling menguntungkan,” katanya.
Kini, keberkahan dari usahanya itu dirasakan Asep. Kata Asep, selama menjalankan usahanya, hampir tidak ada halangan yang berarti. “Alhamdulillah, lancar, selalu dimudahkan Allah,” kata Asep yang pernah jadi kontraktor ini.
Ke depan, Asep berencana membangun pesantren. Menurutnya, nanti santrinya selain dibekali ilmu agama juga dibekali ilmu pertanian. Lahannya sudah disiapkan seluas dua hektar, dan akan diperluas hingga tujuh hektar. “Mohon doanya, saya ingin santri yang sudah lulus bisa mandiri,” ujar Asep yang juga anggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Garut. *Dadang Kusmayadi/Suara Hidayatullah OKTOBER 2011
Ref : Majalah Suara Hidayatullah

No comments: