Monday, October 28, 2013

Beginilah Membuktikan Cinta




Saat kita mencintai sesuatu, betapa senangnya jika bisa melakukan yang terbaik untuknya. Semakin tinggi rasa cinta kita, semakin tinggi pula usaha kita untuk mempersembahkan yang terbaik. Inilah bukti cinta.
Misssssal niih, sewaktu kecil dulu kita dipinjemin sepeda oleh teman, kita akan berhati-hati saat memakainya, juga kita akan menjaga sepeda tersebut selama kita bawa. Lalu keesokan harinya kakak membeli sepeda baru, dan kita dipersilahkan memakai sepeda baru tersebut, maka dengan senang hati kita memakainya. Tapi kali ini lebih hati-hati daripada perlakuan kita kepada pinjeman sepeda sebelumnya (sepeda yang ini kan masih cling, kalo ntar lecet bahaya. hehe). Eh, tidak disangka, beberapa hari kemudian kita dibeliin sepeda baru oleh ayah. Maka sangat bisa dipastikan, karena senang kita akan jauh lebih hati-hati memakainya. Gak cuma itu, malahan sering kita periksa bagian-bagian yang kotor (meski gak kotor), sering kita poles dengan kain lap, dan lain sebagainya.
Kenapa perlakuan kita berbeda terhadap ketiga peristiwa itu, padahal semua objeknya adalah sepeda? Ya, karena rasa cinta itulah yang membedakan. Rasa cinta antara peristiwa pertama dan selanjutnya sangaat berbeda. Semakin cinta, semakin ekstra pula usaha untuk menjaganya, merawatnya dan juga memperlakukannya. Yang jelas kita ingin selalu memastikan bahwa yang kita cintai dalam keadaan terjaga kebaikannya. Begitulah membuktikan cinta.
Nah, begitu pula saat kita mencintai seseorang, orang tua misalnya. Semakin kita cinta, semakin kita sayang dengan orang tua, maka kita semakin berusaha keras melakukan apa yang mereka sukai. Seandainya ada seorang anak yang berlaku kasar dan tidak sopan kepada orang tuanya, kemungkinan besar orang tersebut telah menipis rasa cintanya, telah luntur kasih sayangnya. Telah terkikis pula semangat berbaktinya. Jika begitu, semakin tipis pulalah ridho Allah menghampiri hidupnya. Padahal Nabi berpesan, “ridho Allah tergantung ridho kedua orang tuanya”. Nah.
Sekarang, bagaimana dengan Robb-mu? Sudahkah engkau mencintainya sepenuh hati?
Bagaimana dengan Muhammad SAW, sang utusan Allah, yang segala perilakunya indah untuk diikuti. Apakah kita sudah mencintainya setulus hati? Ataukah hanya asal dan semau kita dalam mengikuti sunnah beliau?
Jika kita benar cinta Allah, pastilah akan melakukan apa yang Allah sukai; menjalankan segala perintahNya, meninggalkan segala yang dibenciNya. Tak ada pilihan lain.
Jika memang benar kita mencintai sang utusan Allah, Muhammad SAW, pastilah kita berusaha keras menjalankan segala anjurannya, segala yang dicontohkannya, segala yang disetujuinya.
Allah, Sang Maha Mulia telah memberi rambu-rambu cara pembuktian cinta,  “Katakanlah” begitu Allah member rambu-rambu untuk kita dalam al-Quran surah al-Baqoroh:31 “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka siapapun yang sedang bingung dipersimpangan jalan kehidupan, jalani rambu-rambu Allah. Inilah petunjuk yang lurus. Pasti benar.
Bersyahadat, Melaksanakan holat, puasa, zakat juga haji adalah contoh bukti cinta seorang hamba kepada titah suci Robb yang telah menciptakannya. Menguatkan hubungan silaturrahim, saling sapa, saling berlomba dalam baiknya amal juga merupakan bukti kuatnya cinta kepada Allah.
Betapa senang Allah dengan hambaNya yang selalu khusyu’ dalam sujudnya. Betapa senang Allah mendengar tangis rintih doa seorang hamba. Betapa rindu Allah dengan manusia yang selalu menjaga diri dan keluarganya dari mengikuti langkah-langkah syaithon. Juga Allah akan tersenyum saat melihat hambaNya berlinang air mata karena takut kepadaNya.
Rasul, yang dijamin telah shohih amalnya dan diampuni segala kesalahannya; yang lalu dan yang akan datang, tetap saja ia sampai bengkak dalam mendirikan qiyamullail. Tetap semangat untuk menyebarkan kebenaran, sekalipun pipinya yang lembut harus bersimbah darah lantaran lemparan batu si para yahudi laknatullah. Gigi beliaupun tanggal saat membuktikan gigihnya seorang pejuang diatas medan peperangan.
Kenapa Rasul yang maksum –segala kesalahannya diampuni Allah- rela melakukan itu semua. Jelas-jelas ia pasti diampuni dosanya meski tidak berjuang seperti itu. “salahkah jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” begitu sang Rasul dengan sepenuh cinta memberi tanggapan. AllahuAkbar!  
Jika Rasul dengan segenap cintanya melakukan seperti itu, sudahkah kita –yang mangaku cinta Rosul- melakukan yang di sukai oleh beliau? Jika sudah, sip J, silahkan ditingkatkan. Jika belum, awas, jangan-jangan selama ini kita hanya dusta. Apa yang kita ucap tak sama dengan bukti amal nyata. Ngakunya cinta Rasul, tapi tahajjud-nya jarang. Dluha-nya juga jarang –jangan-jangan baru niat doing, belum pernah ngelaksanain- apalagi yang lain. Hati-hati. Dimanakah bukti cinta kita?
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (al-Ankabut:2)
Kawan, kau bisa memahami sendiri makna Firman Allah ini, “Dan sungguh, Kami telah Menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti Mengetahui orang-orang yang benar dan pasti Mengetahui orang-orang yang dusta” (al-Ankabut:3). Sebuah cinta perlu bukti kan?
Jika kita sungguh dalam mencintai, setiap saat adalah saat yang berharga untuk mempersembahkan yang terbaik kepada yang kita cintai. Sebagaimana Rasul sepenuh hati mencintai umatnya, maka beliau rela detik demi detiknya digunakan untuk memberikan yang terbaik kepada seluruh umatnya. Bahkan kesenanganpun ia abaikan demi memahamkan umat kepada kebenaran yang akan menyelamatkan, yang akan menjauhkannya dari kesesatan. Beginilah manusia sejati membuktikan cintanya, dengan pembuktian amal nyata. Ketundukan kita kepada Allah dan segala ibadah kita kepadaNya adalah bukti cinta kita kepadanya. Tak ada yang lebih indah kecuali membuktikan cinta. Cinta kepada Allah dan RosulNya adalah stinggi-tingginya cinta; Wajib yang tertinggi. Juga saat kita mencintai sesuatu selain Allah, mari kita niatkan karena Allah. Sehingga tak ada alasa untuk bermaksiat kepada Allah, tak ada kesempatan untuk melanggar aturan Allah. Meski sedetik. Meski setitik debu.
Mulai saat ini harus dipastikan bahwa semuanya diatas ridho Allah. Tidak boleh bertentangan denganNya. Selamanya. Tak ada yang berhak meninggikan cinta kecuali karenaNya. Dan pembuktiannya harus sepenuh hati. Sepenuh cinta.
Buktikan.

Azailani

Sumber gambar : i-net

No comments: