Sunday, October 6, 2013

Muslim, Beginilah Seharusnya


Alkisah ada sorang musafir yang membunuh seorang bapak tua karena melihat bapak itu menyembelih untanya, lalu musafir tsb karena amarah membunuh bapak tersebut.
Diceritakan bapak tersebut memiliki 2 orang anak, 2 pemuda yang merupakan anaknya tersebut mengadukan hal tersebut pada umar dan meminta agar umar menegakkan hukum , diqishash.

Musafir tersebut sudah bersedia untuk diqishas (tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishas atasku. Aku ridha kepada ketentuan Allah), namun dia ingin menyelesaikan urusan muamalah kaumnya yang diamanahkan pada musafir tersebut, dan minta waktu 3 hari untuk menyelesaikan urusannya . Dan Umar pun sudah menyetujuinya untuk memberi waktu 3 hari agar kembali lagi untuk diqishash

2 Pemuda yang menuntutnya meminta ada yang menjamin bahwa musafir tersebut akan kembali dalam waktu 3 hari. Namun, musafir tersebut memberitahukan bahwa dia tidak memiliki sanak saudara pun di tempat itu, sehingga tidak mungkin ada yang mau menjaminnya(Aku tidak memiliki seorang kerabat pun disini Hanya Allah, hanya Allah yang jadi penjaminku wahai orang-orang yang beriman kepada - Nya).

"Harus ada yang menjaminnya" , ujar penggugat
"Jadikan aku penjaminnya, hai Amirul Mukminin", sebuah suara berat menyeruak, suara Salman Al Farisi.
"Salman? demi Allah engkau belum mengenalnya ! Jangan main-main dengan urusan ini, cabut kesediaanmu", hardik Umar
"Pengenalanku kepadanya, tak beda dengan pengenalanmu ya Umar, aku percaya padanya sebagaimana engkau percaya padanya", ujar Umar
Dengan berat hati Umar menerimat penjaminan yang dilakukan Salman baginya .

3 hari berlalu sudah, detik2 menjelang eksekusi semakin dekat. Pemuda musafir itu belum muncul, umar gelisah mondar-mandir. Mentari di hari batas nyaris terbenam, Salman dengan tenang dan tawakal melangkah siap ke tempat qishash. Tetapi sosok bayang berlari terengah dalam temaram, terseok, terjerembab, lalu bangkt dan nyaris merangkak. "Itu dia !", pekik Umar.

Pemuda itu dengan tubuh berkuah peluh dan napas putus-putus ambruk di pangkuan Umar. "Maafkan aku," ujarnya "hampir terlambat. Urusan kaumku memakan banyak waktu. Kupacu tungganganku tanpa henti hingga ia sekarat di gurun dan terpaksa kutinggalkan, lalu keberlari"

"Demi Allah, " ujar Umar sambil menenangkan dan meminumi "bukankah engkau bisa lari dari hukuman ini ? Mengapa susah payah kembali ?"

"Supaya jangan sampai ada yang mengatakan," ujar terdakwa itu dalam senyum "di kalangan Muslimin tak ada lagi ksatria tepat janji."

"Lalu kau, hai Salman, " ujar Umar berkaca-kaca "mengapa mau-maunya kau jadi penjamin seseorang yang tak kau kenal sama sekali ?"

"Agar jangan samapi dikatakan, " jawab salman teguh "di kalangan Muslim tak ada lagi saling percaya dan menanggung beban saudara".

"Allahu akbar ! ", pekik dua pemuda penggugat sambil memeluk terdakwanya "Allah dan kaum Muslimin jadi saksi bahwa kami memaafkannya"

"apa maksudnya ? Jadi kalian memaafkannya ? Tidak jadi diqishash ? Allahu Akbar ! Mengapa ?" tanya Umar

"agar jangan ada yang merasa," sahut keduanya masih terisak "di antara kaum Muslimin tak ada lagi kemaafan dan kasih sayang"


Sumber Tulisan : https://www.goodreads.com/book/show/16107040-menyimak-kicau-merajut-makna

Sumber gambar : http://danummurik.wordpress.com/2008/02/06/bunga/

No comments: