Saturday, May 10, 2014

MENUJU UKHUWAH ISLAMIYAH YANG IDEAL




“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara..” (Ali 'Imron[3]: 103)

Bagi banyak orang, terlebih aktivis Islam, ayat diatas tidaklah asing, namun pengamalannya masih perlu untuk terus ditingkatkan. Mengapa? Karena masih banyak pula diantara umat Islam yang mengabaikan ayat ini. Mereka enggan untuk bersatu dengan sesama muslim dengan berbagai alasan; kelompok, aliran madzhab, pandangan politik dan lain sebagainya. Beberapa alasan diatas ternyata mampu menjadikan (seolah-olah) kelompok diluar mereka bukan bagian dari kelompoknya, begitupun aliran madzhab dan politik, semua itu menjadikan perbedaan yang (sepertinya) tidak mungkin disatukan.

Melihat fakta

Di Indonesia misalnya, kelompok organisasi Islam yang satu dengan yang lain saling menjaga jarak, yang seolah mereka berkata, “kalian bukan bagian dari kami”. Ya, memang tidak semua kelompok organisasi Islam demikian, tapi kejadian seperti itu adalah ironi, yang seharusnya tidak boleh terjadi. Sebab jelas, semua dari mereka (juga kita) adalah satu bagian yang tidak terpisahkan. Bagi orang mukmin (orang yang beriman kepada Allah) semua adalah saudara, sebagaimana Firman Allah “Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara…”. Di banyak hadith pula, Rasulullah SAW menggambarkan bahwa sesama muslim itu bagaikan satu tubuh, jika salah satu bagian tubuh terluka maka seluruh tubuh akan merasakannya, dan sesama muslim juga tidak boleh saling mendzolimi.
Namun jika melihat kenyataan, sepertinya kita perlu beristighfar, karena “satu tubuh” itu belum terwujud. Masih banyak umat Islam yang tidak memperdulikan urusan (kesengsaraan) umat Islam lainnya. Sehingga kepekaan “antar tubuh” itu belum maksimal. Ada gedung mewah yang berlantai puluhan, tapi di seberangnya ada pemukiman kumuh yang tak layak huni. Ada rumah yang sekelilingnya berpagar tinggi dan kokoh, tapi disebelahnya ada keluarga yang di siang harinya kesusahan untuk mendapatkan rezeki. Juga –secara internasional- seperti kasus di Palestina misalnya, yang masjid Al-Aqsa berada di dalamnya, dan umat muslim disana sedang di dzolimi oleh orang kafir, ternyata tidak semua umat Islam ikut “merasakan” sakitnya, padahal mereka adalah saudara. Bahkan ada yang lebih parah dari itu, yaitu orang yang menganggap tidak perlu memikirkan mereka (orang palestina) sebab terlalu jauh jarak dengan negara Indonesia. Padahal ikatan aqidah tidak pernah terbatas oleh tempat.
Oleh karena itu jika umat Islam masih terpetak-petak dalam kelompok lalu diperkuat dengan kefanatikannya, maka bisa jadi Islam semakin mudah di pecah oleh musuh-musuh Islam. Oleh karena itu seharusnya kita hanya berpayung Islam, namun karena “kesempitan” ilmu kita, (terkadang) menjadikan kelompok lebih diutamakan diatas Islam. Jika demikian, persatuan Islam susah terwujud, manisnya Iman tidak akan tergapai. Karena manisnya iman baru akan terasa manakala Allah dan Rasul lebih diutamakan diatas segala sesuatu, termasuk kelompok.

Cara Menguatkan ukhuwah

Seharusnya kita bisa menyontoh kaum Anshar; yang mau berbagi dengan kaum Muhajirin atas dasar keimanan. Dalam Manhaj Haraki, Syaikh Munir Muhammad al-Ghodban menuliskan komentarnya tentang persaudaraan kaum Anshar dan kaum Muhajirin, “Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses saling memberi jaminan penjaminan secara langsung antara kaum muhajirin dan Anshar.” Begitulah, ukhuwah mengajarkan arti ketulusan, bahwa apa yang (menurut kita) kita miliki sekarang sejatinya bukan milik kita, itu semua hanya milik Allah yang dititipkan kepada kita. maka sepantasnya juga di salurkan kepada hamba-hamba Allah yang membutuhkan, tidak memandang kelompok, aliran madzhab, atau apapun itu, termasuk juga tempat. Sehingga yang kita lihat hanyalah aqidah. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Hasan al-Banna, bahwa batasan nasionalisme itu ditentukan oleh aqidah.
Perlu kita pahami, bahwa manusia selamanya tidak akan sama, tidak akan seragam, inilah sunnatullah. Dan perlu kita pahami pula, atas semua keberagaman tersebut adalah untuk saling melengkapi. Tidak selamanya kita bisa hidup bersahabat hanya dengan malam, sebab kita memerluakan siang untuk mencerahkan suasana, namun demikian kita juga memerlukan sunyinya malam untuk kebaikan proses penghilangan segala kepenatan tubuh. Oleh karena itu, yang perlu kita lakukan atas perbedaan ini adalah penyikapan yang terbaik.
Untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyahan, ada beberapa cara terbaik untuk dilakukan, diantaranya: 1) Ta’aruf, saling mengenal. Yakni kita harus mengenal siapa orang yang kita hadapi. 2) Tafahum, saling memahami. Dengan terlebih dahulu kita saling mengenal, maka selanjutnya kita bisa saling memahami. Dengan saling memahami inilah kita semakin mudah untuk melakukan yang terbaik untuk orang yang kita hadapi. kita juga bisa saling memahami bahwa syariat Islam ditentukan oleh Allah, namun untuk menyimpulkan suatu hukum, seorang muslim boleh berijtihad (bagi yang memenuhi syarat) dengan kemampuannya. Sehingga tidak ada saling menjatuhkan, jikalau ada perbedaan maka antara yang satu dengan yang lain ikhlas saling mengoreksi untuk perbaikan yang bukan sekedar menyalahkan. 3) Tawasut, moderat/moderasi. Ini artinya kita boleh tidak setuju dengan suatu kelompok, namun kita tidak akan pernah menjelekkan ataupun merendahkannya. Sebab orang moderat itu meyakini “ijtihadnya” namun tidak menyalahkan “ijtihad” orang lain, sebab bisa jadi justru “ijtihadnyalah” yang salah, dan “ijtihad” orang lain yang benar. 4) Toleran. Artinya kita bisa menghargaipendapat orang lain meskipun pendapat itu bertolak belakang dengan pendapat kita selagi tidak keluar dari dasar-dasar agama.
Dengan beberapa hal diatas, semoga perbedaan bukan lagi halangan untuk mempersatukan ukhuwah, oleh karena itu ukhuwah Islamiyah bisa terwujud dengan baik dan menjadi semakin ideal, yaitu ketika perbedaan semakin “memperkaya” nuansa keilmuan umat Islam, sebab perbedaan tersebut bukan perbedaan aqidah, sehingga tidak boleh dijadikan alasan untuk memisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.



No comments: