Sabar itu tanpa batas. Yang terbatas hanyalah kesadaran
kita untuk sabar. Sepenuh cinta sabar itu tanpa batas. Salah satu bukti cinta menurut Ibnu Qoyyim
al-Jauziah adalah menyukai kesukaan yang dicintai. Jadi semakin tinggi
kesabaran kita, semakin tinggi pula bukti bahwa kita cinta kepada Allah. Sebab
sabar adalah yang disenangi Allah. Jangan terbesit sedikitpun untuk
berprasangka buruk kepada Allah atas ragamnya masalah yang ada. Always positif thinking itu harus. Allah tidak mungkin mendzolimi
makhlukNya.
Didalam kesulitan ada kemudahan. Nah.
Jika kita sudah
merasakan sulit, berarti kita tinggal menunggu datangnya kemudahan. Enak kan? Dan
itu pasti datang. Pasti.
Setiap orang
berbeda-beda ujiannya. Ada yang diuji melalui mertua yang kurang menyukainya. Ada
yang di uji Allah melalui istri/suami (ini bagi yang udah punya, bagi yang
belum.. hmm, kapan punyanya? haha). Juga ada yang di uji Allah ketika sebelum
nikah, nyari jodoh susah banget. Pas udah ada eh gak jadi. Malah ditinggal
pergi tak kembali. Nah ini juga cobaan atas kesabaran. Kita harus pahami ini. Sehingga kita tidak
salah menyikapi.
Segala sesuatu berasal
dari Allah, tentu Allah pulalah yang mengirimkan obatnya. Maka saat ujian itu
datang, segera ingat Allah. Dengan penuh cinta Allah telah memberi aba-aba
kepada manusia tentang adanya cobaan yang beragam; ketakutan, kekurangan harta,jiwa,
dan sebagainya. Jadi sebagai orang mukmin tidak perlu kaget.
Begini aba-aba itu :
“Dan
Kami pasti akan Menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang sabar” (al-Baqoroh : 155)
Dengan demikan yang
perlu kita lakukan bukanlah bergalau ria saat ujian itu datang, namun bagaimana
menyikapi sebaik mungkin, secara benar. “masalah itu bukan masalah” begitu Aa Gym menyampaikan
saat mengisi kajian di Kalimantan beberapa tahun yang lalu, “. Setiap hari dan
setiap waktu pasti ada masalah. Jadi masalah itu tidak jadi masalah, yang jadi
masalah adalah saat kita salah dalam
menyikapi masalah”. Setuju!
Dua Orang mulia baru saja
masuk kedalam sebuah gua. Inilah tempat sembunyi mereka saat orang-orang kafir
mengejar unutk membunuhnya. Benar-benar terhimpit. Terjepit. Mau kemanakah
mereka berdua akan melarikan diri? Sedang nyawa taruhannya. Di luar gua telah
berbaris para pasukan pemanah yang siap melesakkan anak panahnya. Waktu itu tak
ada tempat lagi untuk bersembunyi. Inilah tempat terakhir.
Dalam kondisi membahayakan
seperti ini, keduanya berbeda sikap dalam menghaadapi keadaan. Seorang diantara
mereka ketakutan, penuh cemas dan seluruh badannya bergerak-gerak sendiri. Gemetar.
sekujur tubuhnya basah penuh keringat. Sedangkan orang yang satunya lagi tetap
tenang, tak terlihat kekhawatiran sedikitpin dari wajah segarnya. “La tahzan,
Innallaha ma’ana” begitu si “tenang” menenangkan sahabatnya yang sedang kalut
dalam takutnya keadaan.
Jelas sekali, beda
sikap atas masalah yang sama akan menghasilkan kondisi hati yang berbeda pula. Itulah
yang dialami dua orang mulia: Nabi SAW dan Abu Bakar, shahabat setianya.
Nah bagaimana
seharusnya kita bersikap agar saat ada masalah, hati ini tetap adem nan
ayem (dingin dan tentram)?
Sebesar apapun ujian
yang datan, tidak mungkin diluar batas kemampuan kita.
“…Allah
tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan”. (ath-Thola>q
: 7)
Mario Teguh pernah mengatakan,
“Karena ujian tak mungkin melebihi kemampuan, berarti kita bisa mengatakan
bahwa kita lebih kuat dari masalah”.
Lantas, apa yang kita
risaukan atas masalah yang hadir? nyantai saja, kita kan sudah pasti lebih kuat dari masalah. Jika ada
orang yang seolah gak kuat menerima kenyataan bisa jadi ia memang gak yakin
dengan janji Allah. Padahal Allah sudah janji, “…Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang
Diberikan Allah kepadanya.”. (ath-Thola>q : 7).
Dengan janji Allah
kurang yakin? Wah sedang sakit ini imannya. Janji manusia saja bisa kita
percayai, padahal apa iya dia “pasti” bisa menunaikan? Belum tentu. Nah, saat
Allah yang janji, apa juga masih belum tentu?
Dalam hal ini Allah sedang menyapa kita,
masihkah iman ada di hati kita? jangan sekali-kali meninggalkan Allah. Jangan
sampai terlupa mengingat Allah. Bagaiman mau bahagia, jika Allah –sumber
kebahagiaan- justru ditinggalkan? Orang seperti ini tidak mungkin bahagia. Sudahlah,
kapanpun jangan terpengaruh dengan iming-iming Syetan untuk lari dari Allah.
Mau kemana lagi jika kita meninggalkan Allah. Apa masih yakin ada pertolongan
yang lebih baik selain pertolonganNya?
Syetan itu musuh kita,
dari dulu sampai sekarang, besok, lusa, dan selamanya!
“Dan
janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh setan; sungguh, setan itu musuh
yang nyata bagimu”. (az-Zukhruf : 62)
Kita lihat, ada kabar
gembira dari Allah. Dia bukakan rahasianya agar kita tenang menghadapi segala
ujian. “Dan sampaikanlah kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar” (al-Baqoroh : 155)
Sekali lagi, ada kabar
gembira bagi orang-orang yang sabar. Sabar dalam menjalani masalah. Sekalipun masalah
yang cetar membahana. Tak ada rasa mengeluh dalam kamus perjuangan. Lalu, siapa
orang yang bisa dikatakan sabar itu?
Tenang, Allah sendiri
yang menjawab, “(yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innā
lillāhi
wa innā
ilaihi rāji‘ūn” (sesungguh-nya kami milik Allah dan
kepada-Nya-lah kami kembali). (al-Baqoroh : 156)
Selalu mengingat dan mohon
perlindungan kepada Allah adalah teman baik dalam kesabaran.
Dari
Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Mintalah perlindungan kepada Allah dari
cobaan yang menyulitkan, kesengsaraan
yang menderitakan, takdir yang buruk dan cacian musuh."
Dan atas kesabaran,
inilah rahasianya, “Mereka itulah yang
memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhan-nya, dan mereka itulah orang-orang
yang mendapat petunjuk”. (al-Baqoroh : 157)
Rahmat dan petunjuk
Allah, siapakah yang ingin mendapatkannya?
Sabar adalah tiketnya.
Sumber gambar : e-net
No comments:
Post a Comment