Merah Jambu,
Usianya
muda. kesibukannya mikirin orang yang ia anggap sebagai cintanya (bahkan cinta
sejatinya), padahal belum nikah. Panik jika tak ada kabarnya, Sejam saj tak saling kirim pesan serasa
begitu membosankan. Atau… Galau bila sehari tak bertemu. Harapnya begitu besar
untuk mendapat cinta orang yang -ia bilang- ia cintai. Takkan sanggup ia
menjalani hidup bila kelak garis hidup mengatakan bahwa cinta mereka tidak bisa
saling bersapa. Pada hari itu siksaan batinlah yang ia rasakan. Dunia jadi
kelam. Tak ada gairah untuk hidup, apalagi bangkit. Badan yang semakin mengurus
menjadi saksi. Benarkah ini cinta? Mengapa begitu menyiksa??? Apakah ini cinta
monyet? Atau... apakah ini cinta kebo? Atau jangan2... ini cinta bebek? yang
Belum pernah ijab qabul tapi berani berkumpul. Hati-hati! Waspadalah dengan
keadaan seperti ini. Inilah merah jambu. Saat semua menjadi objek
percobaan. Maka jaga hati dengan sangat hati-hati agar hati tak salah
mencintai. Jangan mau jadi bahan uji coba. Terlalu mahal waktumu untuk
disia-siakan hanya karena mengkhususkan seseorang yang belum tentu jodohmu. Gak
ada jaminan setitik bulu kucingpun bahwa ia kelak jadi jodohmu. Kalaupun benar
ia jodohmu, berarti kamu berjodoh orang yang kualitasnya seperti itu. Yang
berani mencicipi sebelum menjadi haknya. Bagaimanakah rasanya masakan yang
bumbunya telah dinikmati di awal, sebelum masakan itu masak? Hambar! Itukah menantu
yang akan kau persembahkan bagi ibu bapakmu?
Usianya
belum begitu dewasa. Namun pola pikirnya telah mendewasa. Getaran cinta ia
rasa, karena memang ia manusia, yang sama seperti manusia lainnya. Punya rasa.
Rasa mencintai dan dicintai. Namun ia tau, belum ada ikatan suci yang
membolehkan ia mengkhususkan untuk sekedar memikirkan, apalagi melamun dan
menghayal. Ah, buang-buang waktu saja. Baginya, sebelum pernikahan berlangsung
tak ada yang berhak dikhususkan. Kelak, hanya istri yang sah lah yang punya
sertifikat resmi memperoleh perhatiannya. Sebelum ada ijab qobul, semua sama.
Punya kesempatan yang sama, tak ada yang punya hak untuk dikhususkan. Ia begitu
yakin dengan janji Allah. Jodoh terbaiknya telah tercatat di laut mahfudh.
Allah maha hebat penjagaannya hingga kelak mempertemukannya. Sungguh, tidak
akan tertukar. Jaminan Allah itu pasti. Tinggal kita yakin apa tidak? Tugas
kita terpenting adalah ikhtiar menjemputnya. Tentu dengan aturan main yang
sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya. Bukan dengan cara melanggarNya.
Ikhtiar terbaik di masa penantian adalah gencarnya memperbaiki kualitas diri. Semakin
taat dan yakin kepada Allah adalah bukti perbaikannya. Dimasa indah penuh
gejolak inilah ia mempunyai kesempatan agung untuk menempa diri semakin
berkualitas. Dan ingatlah Janji Allah, laki-laki baik untuk wanita yang
baik. pun begitu, wanita baik-baik untuk
laki-laki yang baik. Bagi jiwa yang bertanggung jawab dengan perasaannya juga
masa depannya, tentu sedini mungkin ia persiapan untuk menyambut jodoh terbaiknya.
Yakinlah, jika dia gigih memperbaiki diri, seseorang yang kelak menjadi
jodohnya juga sedang melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan. Maka
suatu saat nanti, tak heran jika mereka bertemu di tingginya tangga kesholihan.
Sholih ketemu sholihah. Indah! Dan semua akan indah pada waktunya. Inilah
generasi Merah Saga. Yang bercita-cita membina generasi penakluk Roma!
*Oleh : Ahmad Zailani
Calon Presiden RI
No comments:
Post a Comment